Sesudah mengisi mimpi sesia di ranjang nyedar
apakah yang sempat kita kutip lewat darah dan air mata
poyang moyang yang tumpah ke cangkir resah
resah menggeliat ke tanah
resah menggeliat ke rimba
resah memulas ke tulang bangsa.
Barangkali kitalah penanam padi-padi hampa
membiarkan anak-anak keridik mencuri meresik
malinja dan mahsuri di bendang galauan
hinggap gugup mengatur genta pertama
gugup lahir di mata kita
gugup lahir di suara kita
gugup membiak di mana-mana.
Kita tidak agi pernah bertanya kepada manusia
harus jadi manusia tanpa menolak kebenaran untuk jadi
manusia yang tegar meniup seruling kemanusiaan
yang ligat memetik kecapi keluhuran
kerana kita lupa apa yang tersimpan di album bangsa
album bangsa pernah menyimpan sejuta potret luka
luka berpinar ke nyali jagat
luka berputar ke rohaniah umat
luka menyentak haluan kiblat.
Esok kita bakal menggali tanah
dan menggalas cangkelong maut dari kulit sendiri
ke manakah bangkai dosa akan dikirim
ke kali tujuh penjuru gunung
atau ke laut tujuh penjuru tanjung
sedang kita pernah menari ala canggung maharisi
di kaki bicara nihilisme. Sempurnakah kekesalan kita dengan
melimpahkan air mata nanah ke luka bangsa?
Jerit kita nanti cuma tulang-tulang yang tidak sempat
ditalkinkan
pada saat pertama lolong angin tenggara memintal duka
bersama
pekik kita nanti cuma darah-darah yang tidak sempat
dikebumikan
pada saat pertama raung hujan selatan
menganyam gugup yang bergantungan di dada.
Mari kita lagukan canggung katarsis
arena kita nanti bukan lagi saujana padang lalang
muzik kita nanti bukan lagi tabuh sayap merpalang. Ayunkan
roh anak ke pintu hakiki dodoikan nyali anak ke perabung maknawi temani tidur
mereka dengan mimpi-mimpi wangi dan selimut iman dari Tuhan.
Zaen Kasturi
No comments:
Post a Comment
hAi KaWaN yAng cOMel, TingGalkan KOmEn LepAs Baca yer, SaTu PuN Ok. :)